
Hari Sabtu Sunyi berada di antara Jumat Agung dan Minggu Paska. Di masa antara ini, umat Kristen diajak merenungan sesuatu yang amat penting : pengharapan. Bayangkan pada hari inilah pada murid Yesus merasa gundah dan kehilangan harapan, sebab Yesus yang mereka yakini sebagai Mesias yang akan membawa kebenaran, justru mati mengenaskan. Sungguh bukan sesuatu yang dibayangan murid-muridNya. Hati para murid penuh dengan rasa kecewa, bingung dan putus asa yang sungguh dalam. Harapan mereka hancur, mereka terdiam di tempat persembunyian, dan tak tahu harus menunggu apa. Hari Sabtu sunyi adalah penantian yang sepi, hening sekaligus menikam dan menyakitkan.
Tapi apa yang terjadi kemudian? Pahitnya penantian yang tak jelas itu hilang dengan peristiwa kebangkitan Kristus. Apa yang dapat kita renungkan? Kita diajak untuk belajar menerima bahwa penantian sebagai suatu bentuk beriman dan berharap yang penting. Tentu tidak ada kepastian dalam kehidupan, tapi justru di sanalah kita belajar beriman. Beriman dalam ketidakpastian, dalam penantian. Kita bisa menghayati keheningan dan kesunyian yang pedih dan menyakitkan di kehidupan ini sebagai sebuah kesempatan kita menghayati iman dalam Tuhan. (BI-Edt)